Google

Selamat Datang di Me My Self, Sebuah Imajinasi Nyata yang Akan Menghasilkan Kenyataan


EROTISME DAN FAHAM EKSHIBISIONISTIK

Kebanyakan kita, beranggapan bahwa erotisme muncul karena adanya dorongan seksual. Bayangkan, seorang penari latar di TV Indonesia yang disiarkan siang malam, sinetron-sinetron “aneh” yang bergentayangan siang malam, “cewek-cewek” seksi yang lenggak lenggok dimol dengan pakaian “miskin”, semua itu tak terlepas dari unsur-unsur erotisme. Kemudian muncul pertanyaan “kenapa erotisme selalu dihubungkan dengan dorongan seksual?",..nah begini ceritanya.

Setelah saya telurusi beberapa nara sumber yang berkepentingan dengan erotisme (termasuk penyuka erotisme yang namanya tidak dapat saya sebutkan disini), ternyata erotisme ini berasal dari bahasa yunani tepatnya perlambangan dewa cinta yang biasa mereka panggil eros (bukan eros penggawa Sheila on tujuh ya) .

Si Eros ini adalah putra dari yang namanya Aphrodite, (klu ga salah dia Dewa juga) ya iya lah klu anaknya Dewa tentunya bapaknya Dewa tapi tidak berlaku bagi Dewa Indonesia ya. Jadi....dalam pengertian dewa cinta dizaman yunani kuno itu, terdapat bagian yang penting dari cinta yaitu Libido (Ah yang bener) dan saking tidak dapat dipisahkannya antara erotisme dan libido ini, orang yunani dan kebanyakan masyarakat dunia cendrung memahami erotisme sebagai suatu dorongan seksual (libido).

Nah kemudian, apa hubungan erotisme dan faham ekshibisionistik? Sebelum kita lihat hubungannya (apakah simbiosis mutualisme atau parasitisme, walah) kita mesti tahu dulu apa itu faham ekshibisionistik. Menurut sumber yang dapat dipercaya, ekshibisionistik itu adalah suatu faham yang tengah terjadi dan menjangkiti masyarakat kita -sebagian- (nah lho) tepatnya faham yang suka pamer tentunya pamer yang berhubungan dengan erotisme tadi, sebut saja pamer puser, pamer paha, pamer dada, pamer kolor, pamer-pemer lainnya (ga termasuk pamer buku), para penganut faham ini beranggapan bahwa keindahan adalah sesuatu yang dapat dinikmati secara terbuka dan enak ditonton.

Tapi yang jadi masalah, apakah harus pamer puser dikeramaian? Apakah harus pamer kolor di angkot atau bis kota? Atau apakah pamer dada harus ditelevisi? Malah merusak pemandangan apalagi pusernya karatan, kolornya ijo, atau dadanya tidak aseli,..weleh-weleh. Klu menurut saya seh,..klu mau pamer ya dirumah aja, pemerkan ama suami atau isteri tercinta (bagi yang bekeluarga) bagi yang lajang apalagi jomlo cukuplah hanya kita sendiri yang tahu bentuk puser dan belahan dada. Kasihan sama orang-orang yang tak sepatutnya menyaksikan “itu”.

Fortis Imaginatio

4 komentar:

Putirenobaiak mengatakan...

hihi ini penyakit orang modern kali ya, merasa hebat kalo bisa pamer, termasuk pamer kajahatan :D

Anonim mengatakan...

Yup benar banget tuh kalo mau pamer di rumah aja. Nggak usahlah bikin orang lain jadi berdosa karena nengok pameran yang seharusnya nggak diliatnya.

Anonim mengatakan...

Btw, makasih telah berkoment,....
Putirenobaiak = yups bisa juga tuh
Dhona = stuju mbak,....stuju,..

Anonim mengatakan...

zaman sekarang, anak mudanya bikin adegan panas pake 3 gp. prilaku exshibionis yang akut saya pikir, mo jadi apa negara kita ini? (sok dewasa :p)

Template Design | Elque 2007